Friday

10 Batu Zaman Megalitikum yang Paling Fenomenal di Dunia

10 Batu Zaman Megalitikum yang Paling Fenomenal di Dunia
One web id — Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yangberarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, sebab pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Meski kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang. Munculnya kepercayaan ini karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat. Berikut ini ada sepuluh batu di zaman megalitikum paling fenomenal di dunia yang berhasil kami rangkum dari berbagai sumber.

1. Batu Carnac
Els grans rocs de Carnac / Big stones in Carnac
By SBA73
Carnac Stone atau lebih lazim kita sebut Batu Karnak adalah sebuah situs kumpulan batu-batu yang di perkirakan dibuat pada zaman megaltik yang terletak di desa carnac, selatan brittany mobirhan di barat laut Perancis. Carnac stone merupakan situs megalitik terbesar didunia. Batu tersebut terdiri dari alignment (deretan batu), dolmen, tumuli, dan menhir. Diperkirakan, batu-batu misterius tersebut jumlahnya lebih dari 3.000 buah. Didirikan oleh orang-orang pre-celtik brittanny. Carnac stone didirikan selama periode Neolitikum yang berlangsung sekitar tahun 4.500 SM sampai 2.000 SM. Sulit untuk menentukan tanggal batu didirikan. Tetapi fase utama situs kegiatan ini biasanya dikaitkan dengan abad 33 SM. 

Salah satu penafsiran dari situs ini merupakan generasi yang mengunjungi situs untuk mendirikan sebuah batu(menhir) untuk menghormati leluhur mereka. Carnac stone lebih tua dari pada Stone henge dan piramida mesir. Hingga saat ini tidak ada yang tahu pasti untuk apa dan tujuan apa batu tersebut dibuat. Namun banyak yang berpendapat bahwa batu tersebut dibuat untuk tujuan religius seperti menghormati arwah nenek moyang mereka. Legenda setempat meng-klaim bahwa batu tersebut adalah Legium Romawi yang dikutuk menjadi batu oleh Merlin. Ada tiga kelompok utama baris batu yaitu, Ménec, Kermario dan Kerlescan yang mungkin pernah membentuk sebuah grup tunggal, tetapi mungkin telah berpisah sebagai batu-batu yang dikeluarkan untuk tujuan lain.

2. Menhir
MENHIR de CHAMP-DOLANT
Menhir merupakan batu tunggal (monolith) yang berasal dari periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir (panjang). Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah. Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi. Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang. Tak hanya di luar negeri, Indonesia juga bisa ditemukan menhir, beberapa diantaranya adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Untuk mengetahui bentuk-bentuk menhir, Bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat prasejarah tidak berpedoman kepada satu bentuk saja karena bangunan menhir ditujukan untuk penghormatan terhadap roh nenek moyang. Selain menhir terdapat bangunan yang lain bentuknya, tetapi fungsinya sama yaitu sebagai punden berundak-undak.

3. Batu Setan
Devils Marbles in the morning light #1(Explore)
Devils Marbles atau lazimnya kita sebut sebagai Batu Setan adalah salah satu tempat keramat bagi suku Aborigin di Australia. Terletak dekat Kota Tenant Creek di Northern Territory, wisatawan bisa berkunjung untuk merasakan aura spiritualnya. Umumnya, gambar Devils Marbels banyak ditemukan di kartu pos, atau kalender yang jadi suvenir saat Anda berkunjung ke Australia. Tampak batu-batu bundar raksasa tersebar di lanskap gersang yang luas. Tanahnya merah, mirip dengan Uluru atau Grand Canyon di AS. Akan tetapi, Devils Marbels bukan sekadar formasi bebatuan bundar raksasa. Ini adalah salah satu tempat yang dikeramatkan suku Aborigin setempat. Mereka menyebutnya 'Karlu Karlu'.

Berdasarkan pantauan di situs Travel Outback Australia, banyak cerita dan legenda yang melatarbelakangi munculnya Devils Marbels. Ada yang menganggap Devils Marbels sebagai fosil telur hewan purba. Namun para ilmuwan menyangkalnya. Lebih dari sejuta tahun lalu, erosi batu pasir menyebabkan batu-batu granit berubah bentuk menjadi bulat. Satu lahan yang sangat luas bagai dipenuhi kelereng raksasa. Namun teriknya matahari dan gersangnya lahan membuat batu-batu ini terbelah menjadi dua, meski ada pula batu yang masih berbentuk bundar. Ada beberapa batu yang diameternya mencapai 6 meter. Beberapa batu lebih kecil berdiameter kurang dari 1 meter. Salah satu batu terbesar dijadikan memorial untuk John Flynn, orang yang menemukan wilayah sakral tersebut. 

Meski dalam kartu pos hanya beberapa batu yang tampak, nyatanya Devils Marbels tersebar di lahan luas. Sejak 2008 kawasan ini menjadi Devils Marbels Conservation Area, membentang 1.802 hektar. Kerennya, kawasan ini dikelola oleh orang suku Aborigin. Devils Marbels berlokasi di Stuart Highway, 105 Km dari kota terdekat yakni Tennant Creek. Tak jarang wisatawan menyambangi kawasan ini, sekitar 1,5 jam perjalanan dari Tennant Creek. Tak perlu kuatir soal akomodasi, 12 Km dari Devils Marbels terdapat Wauchope yang punya penginapan bagi wisatawan. Devils Marbels Conservation Area juga punya tempat untuk berkemah, barbeque, dan toilet umum. Anda juga bisa menyewa caravan dan menginap di kawasan ini. Dikarenakan daya tarik spiritual yang besar, sehingga menjadikan Devils Marbels diminati turis dari berbagai penjuru dunia. 

4. Punden Berundak-undak
Main Site,Punden Berundak At penataran Temple,Blitar
Punden berundak-undak merupakan bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur, sedangkan mengenai bentuk dari punden berundak dapat Anda amati gambar-gambar berikut ini. Punden berundak atau teras berundak adalah struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur ini kerap ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara. Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. 

Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia, meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori. Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur, Candi Ceto, dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri. Kata "punden" (atau pundian) berasal dari bahasa Jawa. Kata pepunden yang berarti "objek-objek pemujaan" mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda. Dalam punden berundak, konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi (biasanya puncak gunung). Istilah punden berundak menegaskan fungsi pemujaan atau penghormatan atas leluhur, tidak semata struktur dasar tata ruangnya.

5. Dolmen
Paulnabrone
By User Kglavin on en.wikipedia (pdphoto.org), via Wikimedia Commons
Dolmen merupakan meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah manik-manik dan gerabah. Di Indonesia, lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan (Jawa Barat), Bondowoso (Jatim), Merawan, Jember (Jatim), Pasemah (Sumatera), dan NTT. Bagi masyarakat Jawa Timur, dolmen yang di bawahnya digunakan sebagai kuburan atau tempat menyimpan mayat lebih dikenal dengan sebutan Pandhusa atau makam Cina.

Dimana pada zaman megalit bangunannya selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati terhadap kesejahtraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Domen ini merupakan sebuah media atau peralatan yang dipergunakan untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang. Pada umumnya, Dolmen terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak. 

Usut punya usut, ternyata Dolmen ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, namun Dolmen telah ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di sepanjang pesisir pantai. Salah satu contoh Dolmen yang berasal dari Mesir adalah peti mati firaun. Mereka berasal dari periode Neolithikum awal, sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi. Kepercayaan Masyarakat masa bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan penemuan-penemuan barunya. Nilai-nilai hidup semakin berkembang dan manusia pada waktu itu tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam lingkungan sekitarnya dan aktif membuat perubahan-perubahan.

6. Sarkofagus
Sarkofagus
Sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Pada umumnya Sarkofagus dibuat dari batu. Kata "sarkofaus" berasal dari bahasa Yunani (sarx, "daging") dan (phagein,"memakan"), dengan demikian sarkofagus bermakna "memakan daging". Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi. Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.

Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat dengan alabaster. Sarkofagus - kadang-kadang dari logam atau batu kapur – juga digunakan oleh orang Romawi kuno sampai datangnya agama Kristen yang mengharuskan mayat untuk dikubur di dalam tanah.

Tak hanya di luar negeri saja, sebab kubur peti batu sarkofagus juga terdapat hampir di seluruh daerah di wilayah kabupaten Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. Namun penyebaran kuburan bentuk ini paling banyak terdapat di Pulau Samosir, sedangkan di Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan relatif sedikit, hanya ditemukan di beberapa tempat saja. Sarkofagus yang ditemukan di Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutang merupakan salah satu hasil budaya yang dibuat oleh pendukung budaya yang bersumber dari kepercayan terhadap nenek moyangnya.

7. Peti kubur
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu. Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.

8. Arca batu
COLLECTIE TROPENMUSEUM Hindoeïstische beelden bij de monding van de rivier Rata Midden-Mahakam TMnr 60005449
Tropenmuseum of the Royal Tropical Institute (KIT), via Wikimedia Commons
Arca merupakan patung yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja tuhan atau dewa-dewinya. Sedangkan bentuk arca manusia yang ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah. Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Arca berbeda dengan patung pada umumnya, yang merupakan hasil seni yang dimaksudkan sebagai sebuah keindahan. Oleh karena itu, membuat sebuah arca tidaklah sesederhana membuat sebuah patung. Di dalam dunia keagamaan Indonesia dikenal tiga macam arca, yakni arca peninggalan agama Hindu, arca peninggalan agama Budha, dan arca agama Kristen (terutama Katolik).

Dalam agama Hindu, arca adalah sama dengan Murti (Dewanagari), atau murthi, yang merujuk kepada citra yang menggambarkan Roh atau Jiwa Ketuhanan (murta). Berarti "penubuhan", murti adalah perwujudan aspek ketuhanan (dewa-dewi), biasanya terbuat dari batu, kayu, atau logam, yang berfungsi sebagai sarana dan sasaran konsentrasi kepada Tuhan dalam pemujaan. Menurut kepercayaan Hindu, murti pantas dipuja sebagai fokus pemujaan kepada Tuhan setelah roh suci dipanggil dan bersemayam didalamnya dengan tujuan memberikan persembahan atau sesaji. Perwujudan dewa atau dewi, baik sikap tubuh, atribut, atau proporsinya harus mengacu kepada tradisi keagamaan yang bersangkutan.

9. Waruga
Waruga grave3
By mattjlc (DSCF4577), via Wikimedia Commons
Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang. Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebih dulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan daun woka. Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah rongga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap ke utara dan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun 1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.

Kemudian pada tahun 1870, Suku Minahasa mulai membuat peti mati sebagai pengganti waruga, karena waktu itu mulai berjangkit berbagai penyakit, di antaranya penyakit tipus dan kolera. Dikhawatirkan, si meninggal menularkan bibit penyakit tipus dan kolera melalui celah yang terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga. Bersamaan dengan itu pula, agama Kristen mengharuskan mayat dikubur di dalam tanah mulai menyebar di Minahasa. Waruga yang memiliki ukiran dan relief umumnya terdapat di Tonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan di waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencarian atau pekerjaan orang tersebut semasa hidup.

Pada awalnya, di Minahasa bagian utara waruga-waruga yang ada sekitar 370 buah tersebut, tersebar pada hampir semua desa di Minahasa Utara yang akhirnya dikumpulkan ke beberapa tempat seperti kelurahan Rap-Rap sekitar 15 buah, kelurahan Airmadidi Bawah 211 buah dan desa Sawangan 144 buah. Kini lokasi waruga-waruga di tempat-tempat tersebut menjadi salah satu tujuan wisata sejarah di Sulawesi Utara. Didalam peti pubur batu biasanya akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang-tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan 
meninggal.

10. Batu Pokekea
Wilayah behoa merupakan tempat menancapnya situs megalit pokekea, yang berada di Sulawesi Tengah, kabupeten poso, lore tengah dan dikenal dengan ngamba behoa. Jarak antara behoa dengan kota poso ±100 km. Batu purba ini berada pada ketinggian 200 km dari permukaan laut. Pokekea merupakan cagar budaya di sulawesi tengah yang masih menyimpan misteri tentang sejarah peradaban di behoa, Batu-batu yang digunakan di situs megalith pokekea di perkirakan sudah berumur 2000 tahun. Situs ini merupakan salah satu cagar budaya (Archa), peninggalan nenek moyang tobehoa pada zaman prasejarah. Hal ini nyata, dimana memperlihatkan bentuk kehidupan masyarakat  pada zaman megalitikum yang penuh dengan mitos pada konon masyarakat behoa.

Menurut Gulzam, seorang aktivis cerdas. Dengan hasil penelitiannya dia mengatakan, bahwa tidak ada satupun peradaban di behoa, orang-orang behoa Aslilah yang membuat patung di pokekea, mereka membuat patung batu yang menyerupai manusia hanya berdasarkan Akal, Naluri, dan insting mereka. Sebagaimana seekor burung membuat sarangnya, bukan karena dibuatkan namun merekalah yang membuatnya. Di tahun 1992, telah melahirkan banyak gagasan yang kontroversial dikalangan wisatawan australia mengenai situs megalith pokekea. Sejak itu banyak para wisatawan Asing bermunculan di behoa di antaranya, Belanda, jerman. Namun usaha penelitian itu tak memberikan hasil yang memuaskan oleh karena data yang diperoleh mengalami perbedaan.

Dari sekian banyaknya patung, ada yang bernama patung Tadulako. Patung ini berada di lembah Besoa, Desa Doda, Lore Tengah, Sulawesi Tengah. Tadulako  artinya panglima perang. Batu ini tingginya sekitar 2 meter, berbentuk agak lonjong, dengan gambaran wajah dan mata agak miring. Karena tidak diketahui asal-usulnya, penduduk setempat menciptakan beberapa legenda tentang arca ini. Konon, arca ini  adalah seorang panglima perang. Karena suatu kesalahan, ia dikutuk menjadi batu.

No comments:

Post a Comment